Newest Post

Penerapan Jaringan Internet pada Pelayanan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kota Malang.

| Sabtu, 27 Desember 2014
Baca selengkapnya »



Kepala Dinas Kominfo Kota Malang, Dra. Tri Widyani P., M. Si menyampaikan pentingnya pelayanan yang serba online, Selasa (09/12)
Pelayanan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) juga harus cepat dengan adanya teknologi terkini atau Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).Tata kelola TIK juga sangat penting sehingga seorang pemimpin dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dari sebuah gadget.
Demikian yang disampaikan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Malang, Dra. Tri Widyani P., M.Si dalam acara Sosialisasi Peraturan Wali Kota tentang Pedoman Umum dan Standarisasi Tata Kelola TIK di Hotel Savana, Selasa (09/12).
“Dari segi teknologi, Kota Malang sudah siap untuk menggunakan teknologi terkini, dan kesemuanya itu tergantung dari SDM (Sumber Daya Manusia) serta dukungan anggaran. Ke depan, kami optimis Kota Malang akan menerapkan teknologi modern dalam melayani masyarakat,” imbuh perempuan berjilbab itu.

Tujuan dari Penerapan pelayanan SKPD yang terkoneksi
Untuk promosi, pelayanan publik, bekerja dengan baik, dan sebagainya. “Strategi implementasi e-Goverment meliputi tujuan, strategi, inisiatif, aktivitas, kapabilitas, layanan IT dan teknologi,” urai Tri.

Sumber :  http://kominfo.malangkota.go.id/2014/12/wujudkan-pelayanan-prima-tiap-skpd-harus-terkoneksi/

Penerapan Jaringan Internet pada Pelayanan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kota Malang.

Posted by : Arik noviwibawa
Date :Sabtu, 27 Desember 2014
With 0comments

OPEN SERVICES GATEWAY INITIATIVE(OSGi)

|
Baca selengkapnya »


Open Service Gateway Initiative (OSGi) adalah sebuah system dan aplikasi interoperability berbasis komponen platform yang terintegrasi. OSGi merupakan system modul dinamik untuk Java. Teknologi OSGi adalah Universal Middleware. Teknologi OSGi menyediakan sebuah service-oriented, lingkungan yang berbasis komponen untuk pengembang dan menawarkan jalan standard untuk mengatur siklus hidup software. Kemampuan ini dapat menambah nilai jangkauan dari computer dan peralatan yang menggunakan platform Java dengan sangat hebat.
Sebenarnya teknologi ini berawal dari suatu pemikiran bagaimana cara mengubah program tanpa membongkar coding. Kemudian dari sanalah teknologi ini mulai dikembangkan dalam bahasa pemrograman mulai dari instalasi, jalannya program, update dan sampai uninstalltanpa perlu memperbarui coding.
Manfaat dalam penerapan OSGi ini adalah:
·         Programmer dapat mengupdate atau mengupgrade codingnya dengan mudah. Misalnya programmer membuat aplikasi dimana terdapat bug yang harus ditambal, programmer ini tidak perlu melakukan pengkodingan ulang dan mengganti aplikasi yang lama dengan aplikasi baru yang memakan waktu dan biaya yang besar untuk menambalnya (patching). Seperti cara inject (suntik) ke dalam program yang telah dibuat. Dan ini tidak merubah struktur program dan kinerja program tersebut.
·         Dengan teknologi OSGi dapat menyatukan berbagai fungsi di dalam aplikasi. Misalnya seperti plug-in yang dapat menambahkan fungsi dalam aplikasi.
·         Mudah dalam penerapan, terutama bagi tim yang membuat aplikasi tentunya tugas mereka berbeda. Ada yang membuat desain antar muka atau GUI, ada yang membuat coding jalan softwarenya, ada yang membuat keamanannya, dan lain sebagainya. Nah dari semuacoding yang telah dibuat ini kita dapat satukan dengan dan dibungkus dari komponen-komponen OSGi ini.
·         Efisiensi biaya, dalam hal ini untuk pengembangan sebuah softwaredapat menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan software.
·         Mengurangi kompleksitas      : mengembangkan dengan OSGi berarti menembangkan bundles   : salah satu komponen OSGi. Bundles adalah modul. Bundles menyembunyikan aspek internalnya dari bundles lainnya. Hal ini berarti ada banyak kebebasan untuk menggantinya di kemudian hari.
·         Dapat digunakan kembali       : model komponen OSGi sangat mudah digunakan dan dapat digunakan dengan aplikasi pihak ketiga.
·         RealWorld                              : OSGi framework dinamik. Hal ini berarti OSGi dapat diupdate secara online.
·         Mudah Penyebarannya           : teknologi OSGi bukanlah sebuah teknologi standard. OSGi dapat dimanage sedemikian rupa serta dapat diatur cara penginstalannya.
·         Update yang dinamik  : OSGi komponen bisa diupdate secara dinamik.
·         Adaptif : model komponen OSGi didesain sedemikian rupa hingga diperbolehkan untuk mengkombinasi dan mencocokan antar komponen.
·         Ukurannya kecil  danKinerjanya cepat
·         Aman, Sederhana dan Tidak Mengganggu Kinerja Aplikasi Lainnya
·         Berjalan dimana saja dan Digunakan secara luas
·         Didukung Oleh Berbagai Perusahaan : OSGi juga didukung oleh berbagai perusahaan seperti Oracle, IBM, Samsung, Nokia, IONA, Motorola, NTT, Siemens, Hitachi, Deutsche Telekom, Redhat, Ericsson, dan masih banyak lagi.

Spesifikasi:
OSGi spesifikasi yang dikembangkan oleh para anggota dalam proses terbuka dan tersedia untuk umum secara gratis di bawah Lisensi Spesifikasi OSGi. OSGi Alliance yang memiliki kepatuhan program yang hanya terbuka untuk anggota. Pada Oktober 2009, daftar bersertifikat OSGi implementasi berisi lima entri.
Setiap kerangka yang menerapkan standar OSGi menyediakan suatu lingkungan untuk modularisasi aplikasi ke dalam kumpulan yang lebih kecil. Setiap bundel adalah erat-coupled, dynamically loadable kelas koleksi, botol, dan file-file konfigurasi yang secara eksplisit menyatakan dependensi eksternal mereka (jika ada).

Kerangka kerja konseptual yang dibagi dalam bidang-bidang berikut:


Bundles
Bundles adalah normal jar komponen dengan nyata tambahan header.

Services
Layanan yang menghubungkan lapisan bundel dalam cara yang dinamis dengan menawarkan menerbitkan-menemukan-model mengikat Jawa lama untuk menikmati objek (POJO).

Services Registry
API untuk jasa manajemen (ServiceRegistration, ServiceTracker dan ServiceReference).

Life-Cycle
API untuk manajemen siklus hidup untuk (instal, start, stop, update, dan uninstall) bundel.

Modules
Lapisan yang mendefinisikan enkapsulasi dan deklarasi dependensi (bagaimana sebuah bungkusan dapat mengimpor dan mengekspor kode).

Security
Layer yang menangani aspek keamanan dengan membatasi fungsionalitas bundel untuk pra-didefinisikan kemampuan.

Execution Environment
Mendefinisikan metode dan kelas apa yang tersedia dalam platform tertentuTidak ada daftar tetap eksekusi lingkungan, karena dapat berubah sebagai Java Community Processmenciptakan versi baru dan edisi Java. Namun, set berikut saat ini didukung oleh sebagian besar OSGi implementasi:
·         CDC-1.0/Foundation-1.0
·         CDC-1.1/Foundation-1.1
·         OSGi/Minimum-1.0
·         OSGi/Minimum-1.1
·         JRE-1.1
·         From J2SE-1.2 up to J2SE-1.6

Implementasi OSGi
Teknologi OSGi sudah sangat banyak dikembangkan untuk berbagai macam keperluan dalam sehari hari maupun di bidang teknologi informasi dan industri serta di bidang ilmu komputer.
 §  Dalam kehidupan sehari-hari
Dikembangkan untuk mengendalikan alat-alat elektronik dalam rumah tangga dengan internet, yaitu dengan menghubungkan berbagaiframework OSGi ini untuk mengendalikan alat-alat rumah tangga yang bersifat elektronik. Hal ini dilakukan dengan berbagai protocol network yaitu Bluetooth, uPnP,HAVi, dan X10. Dengan bantuan Jinidan standart OSGi dari sun microsystem yaitu Java Embedded Server. Teknologi ini dinamakan home network dan Jini adalah salah satu standart untuk pembuatan home network yang berbasis Java.
 §  Teknologi dan industri
Dalam hal ini pengembangan OSGi dalam teknologi dan industri adalah untuk otomatisasi industri. Seperti otomatisnya sistem dalam gudang yang dapat meminta dalam PPIC untuk mengadakan bahan baku, dan masih banyak yang lain.
 §  Ilmu Komputer
Dalam ilmu Komputer ini sangat banyak pengembang yang memanfaatkan teknologi OSGi ini. Dari surfing di internet banyak yang mengulas tentang Pemrograman Java yang mengapdopsi teknologi OSGi ini. Salah satu contoh adalah knopflerfish merupakanframework untuk melakukan OSGi didalam program Java. Dan jugaeclipse IDE merupakan OSGi framework yang dikembangkan oleheclipse dan berbasis GUI. Dan masih banyak juga dalam server serta program-program lain yang mengembangkan teknologi OSGi ini.


Sumber : osgi.org

OPEN SERVICES GATEWAY INITIATIVE(OSGi)

Posted by : Arik noviwibawa
Date :
With 0comments

Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang Perikanan

| Selasa, 04 November 2014
Baca selengkapnya »
ABSTRAK
Penilitian ini bertujuan mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan. Teknologi ini antara lain adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing, suatu teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara maju, seperti armada perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan mereka.

PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa dua pertiga bagian dunia adalah lautan, begitu pula dengan wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( ± 3,1 juta km2) berupa laut dan daerah pesisir. Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi interaksi antara massa air yang datang dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pertemuan massa air dari kedua samudera tersebut terdapat pada daerah-daerah wilayah perairan laut Indonesia.    
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 
Teknologi penginderaan jauh atau remote sensing, suatu teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara maju, seperti armada perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan mereka. Teknologi pada dasarnya memanfaatkan gejala alam, yang dengan akal pikiran manusia dapat diterjemahkan ke dalam suatu bentuk iptek (pengetahuan), yang digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya nelayan. Sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat kontribusi fenomena alam pada perkembangan teknologi remote sensing (penginderaan jauh / inderaja), serta bagaimana dukungan teknologi ini terhadap produktivitas perikanan. Karena pada prinsipnya adanya teknologi inderaja ini diharapkan dapat memperluas informasi perikanan kepada nelayan sehingga kesejahteraannya kehidupannya dapat ditingkatkan.

Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu, angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi, karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi pada porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu (sebagaimana dijelaskan pada Gambar dibawah ini).


Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Lillesand and Kiefer, 1987)

Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut.



Uraian interaksi obyek-obyek di permukaan bumi dengan gelombang elektromagnetik sehingga dihasilkan citra inderaja
 

Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air.

Karakteristik spektral reflektansi tanah, air dan vegetasi (Lillesandand Kiefer, 1987)
 

Dengan mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara 0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue) dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986; Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.

Adapun kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik ini dengan perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Dimana dengan menggunakan bantuan energi cahaya matahari, dapat mengubah senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawa organik yang kaya energi dan dapat menjadi sumber makanan bagi semua organisme laut (Nybakken, 1992). Diantara semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian besar energi matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya rantai makanan dalam ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya bagi semua penghuni habitat bahari (Nybakken, 1992; Dupouy, 1991). Pada dasarnya fitoplankton terdiri dari alga yang berukuran mikroskopik yang berisikan pigment fotosintetik berwarna hijau, dan biasa disebut sebagai klorofil (Dupouy, 1991). Klorofil yang berwarna hijau inilah yang pada dasarnya menjadi sumber informasi perikanan laut karena keterkaitannya yang erat dengan produktivitas primer perikanan, sehingga dapat disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi disitu terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau, dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar 4)(Swain and Davis, 1978).


Spektral reflektans dari air laut dgn konsentrasi klorofil yang berbeda (Swain and Davis, 1978)
 

Contoh dari penerapan karakteristik spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk memprediksi produktivitas laut (marine productivities) melalui konsentrasi klorofil salah dapat dilihat pada gambar 5. Dimana warna hijau tampak sebagai reaksi dari spektrum tampak mata hijau yang berinteraksi dengan Klorofil dan warna biru merupakan reaksi dari laut yang berinteraksi dengan spektrum tampak mata biru, yang dalam penelitian ini kedua unsur tersebut diberi warna berbeda, yaitu hitam kecoklatan untuk laut dalam, biru untuk konsentrasi klorofil rendah dan hijau untuk konsentrasi klorofil tinggi. Akan tetapi, fitoplankton atau klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan air permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai suhu yang relatif homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang terdapat jauh dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin) dengan suhu permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat massa air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang (Nybakken, 1992). Dalam hal ini perpindahan massa air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan kedua massa air yang berbeda suhu tersebut dengan bantuan kekuatan angin. Upwelling merupakan penaikan massa air laut dingin dan kaya nutrien ke lapisan di atasnya (Longhurst, 1988).




Distribusi klorofil pada perairan Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan data Modis_Terra (http://www.gsfc.nasa.gov)


Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya, misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front (Hasyim dan Salma, 1998). Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya upwelling.

Proses terjadinya upwelling dan downwelling
 

Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Sedangkan eddie merupakan gerakan air berpusar searah arus yang disebabkan adanya pertemuan massa air panas dan dingin sehingga dapat tercipta cold ring (cold eddie) dan warm ring (warm eddie) (Gambar 7) (Longhurst, 1988). Upwelling, front dan eddie merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air yang berbeda suhu tersebut sehingga dapat merupakan feeding ground bagi jenis-jenis ikan pelagis dan juga dapat menjadi penghalang bagi pergerakan migrasi ikan karena pergerakan airnya yang sangat cepat dan bergelombang besar (Hasyim dan Salma, 1998). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stok ikan di ketiga tempat tersebut dan menjadi tempat yang ideal untuk penangkapan ikan jenis pelagis. Dengan demikian suhu dapat menjadi salah satu paramater yang dapat dimanfaatkan oleh sistim inderaja untuk menduga stok ikan, yaitu dengan menggunakan gelombang thermal. Karena obyek di bumi, termasuk tubuh air, juga merupakan sumber radiasi, dimana obyek yang mempunyai suhu di atas nilai absolut 0oC akan memancarkan energi panas ke atmosfir (Lillesand and Kiefer, 1987). Energi inilah yang ditangkap oleh sensor thermal pada satelit untuk diterjemahkan menjadi nilai digital pada citra satelit.

Perbedaan eddies pada kedalaman perairan(www.oc.nps.navy.mil)


Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan kan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah potensi penangkapan ikan sangat diperlukan dalam pembangunan sektor perikanan, khususnya bagi kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan survei, eksplorasi dan penelitian-penelitian dengan menelaah karakteristik serta variabilitas dari parameter oseanografi. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut memerlukan penggunaan serial data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan atau tahunan). Dari citra suhu permukaan laut (SPL) multitemporal dapat diperoleh informasi tentang pola distribusi SPL dan upwelling atau front yang merupakan daerah potensi ikan. Dari citra klorofil-a dapat diperoleh informasi konsentrasi fitoplankton (mg/m3) dengan nilai yang diwakili oleh degradasi warna yang berbeda. Diagram alir untuk analisis daerah potensi perikanan.

KESIMPULAN :
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya keinginan untuk memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada umumnya dan perikanan pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut umumnya mencakup daerah yang luas, remote (jauh) dan sulit diamati manusia tanpa adanya bantuan teknologi. Sehingga dengan mempelajari fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan teknologi satelit sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan sensor inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai kondisi perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini dapat menyumbangkan informasi secara kontinu kepada armada nelayan nasional mengenai daerah potensi perikanan tangkap. Dengan kata lain produktivitas perikanan nasional dapat ditingkatkan melalui perkembangkan teknologi ini.


DAFTAR PUSTAKA

Brown, B.O dan Minnet, P.J. 1999. MODIS Infrared Sea Surface Temperature Algorithm. Algorithm Theoretical Basis Document Version 2.0. University of Miami. Florida. Miami.

Colorado. 2004. Sea Surface Height Anomaly. TOPEX/POSEIDON.http://www.ccar.colorado.edu/. [30 Juni 2005]

Dupouy, C. 1991. Satellite Ocean Color Use for Oceanic Resources: Monitoring ocean productivity using NIMBUS CZCS. Aplications of Remote Sensing in Asia and Oceania: Environmental Change Monitoring. Asian Association on Remote Sensing, Tokyo, Japan. pp 313-318

Hasyim, B. dan Nia Salma. 1998. Analisis Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Kaitannya Dengan Lokasi Penangkapan Ikan dan Laju Pancing Ikan Tuna di Perairan Selatan Bali – Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8 MAPIN. Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia. Jakarta, Indonesia. pp 249-256

Jensen, J.R. 1986. Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perspective. Prentice-Hall. Englewood – New Jersey. USA

LAPAN. 2004. Model Ekstraksi Data MODIS Untuk Penentuan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Pekayon. Jakarta Timur.
Lillesand, M. dan Kiefer, R.W. 1990. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Lillesand, T.M. and R.W. Kiefer. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley and Sons. New York. USA

Longhurst, A.R. 1988. Analysis Of Marine Ecosystems. Academic Press Linited. London. UK

NASA. 2005. Time Series Data and Applications. MODIS-Terra.
http://www.gsfc.nasa.gov. [13 April 2005]
http://modis.gsfc.nasa.gov. [03 April 2005]

NASA. 2005. Spesification from MODIS.
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. [29 April 2005]
http://podaac.jpl.nasa.gov. [10 April 2005]

NASA. 2005. Sea Surface Winds Speed and Vectors. QuickSCAT.
http://www.winds.jpl.nasa.gov. [29 Juni 2005]

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta

Peta laut. 2005. Infobcs. Nusa Tenggara Timur.[http://www.petalaut.infobcs.com [27 Februari 2005]

Sabins, F. 1996. Remote Sensing Principles and Interpretation. Second Edition. W. H. Freeman an Company. New York.

Swain, P.H. and Shirley M. Davis. 1978. Remote Sensing: The Quantitative Approach. McGraw –Hills. New York. USA

Tameishi, Hideo. 1991. Fisheries Detection Using NOAA Satellite; Why Can Fishing Grounds Be Monitored by Remote Sensing. Aplications of Remote Sensing in Asia and Oceania: Environmental Change Monitoring. Asian Association on Remote Sensing, Tokyo, Japan. pp 323-332
refrensi : rustadi14-newsartikel.blogspot.com/2011/12/teknologi-penginderaan-jauh-kelautan.html


Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang Perikanan

Posted by : Arik noviwibawa
Date :Selasa, 04 November 2014
With 0comments
Next Prev
▲Top▲